Kamis, 22 Desember 2011

komunikasi


KOMUNIKASI SOSIAL BUDAYA


Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Perilaku verbal merupakan komunikasi yang diungkapkan oleh ucapan,kata-kata,kalimat yang tertulis. Non verbal merupakan komunikasi yang diungkapkan melalui isyarat atau lambang.
Dengan mempelajari komunikasi sosial budaya diharapkan :
a. memahami bgaimana perbedaan budaya mempengaruhi praktik komunikasi.
b. mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang muncul dalam komunikasi antar budaya.
c. meningkatkan ketrampilan verbal dan nonverbal dlm berkomunikasi.
d. menjadikan kita mampu berkomunikasi efektif.
Agar dapat berkomunikasi secara efektif diperlukan :
1. kemampuan memahami arti pesan verbal maupun nonverbal
2. kemampuan beradaptasi pada budaya yang relevan
3. memahami budaya merupakan upaya untuk berkomunikasi efektif
Komunikasi antar budaya sangat penting bagi seorang pendidik dalam kegiatan belajar mengajar , karena di dalam kelas terdapat berbagi macam latar belakang budaya yang dimiliki oleh peserta didiknya. Agar dalam penyampaian materi pelajaran akan lebih mudah diterim oleh peserta didik.
Proses komunikasi pendidikan antara lain :
1. komunikasi berlangsung dua arah
2. komunikasi horisontal
3. setiap individu memiliki nilai-nilai sosial budaya dan berhak menggunakan nilai-nilai itu
4. setiap individu memiliki kepentingan dan kemampuan yang berbeda
5. situasi komunikasi antar budya tidak statik
7. komunikasi harus memiliki tujuan yang jelas
8. memiliki strategi komunikasi yang tepat dn efektif untuk mencapi sasaran
9. variasi dalam penggunaan metode/ teknik penyajian
Komunikasi antar manusia yang satu dengan yng lain disebut komunikasi interpersonal. Foktof yang mempengaruhi komunikasi interpersonal :
a. faktor situsional
- deskripsi verbal yaitu keterangan secara verbal mengenai orang yang berkomunikasi dengan kita
- petunjuk proksemikyaitu penggunaan jarak dlam berkomunukasi
- petunjuk kinesik yaitu gerakan orang yang berkomunikasi dengan kita
- petunjuk fasial atau wajah
- petunjuk paralimguistik yaitu cara bagimana orang mengucapkan
- petunjuk artifaktual yaitu segala macam penampilan
b. faktor personal
- tingkt pendidikan
- umur
- jenis kelamin
Didalam berkomunikasi seseorang akan mengalami yaitu :
1. sensasi
2. persepsi
3. memori
4. berpikir
Sensasi adalah proses menangkap stimuly. persepsi ialh proses memberi makna pada sensasi sehingga diperoleh pengetahuan. Memori ialah sistem ingatan yang sanggup menekan fakta dan dapat digunakan untuk membimbing perilaku manusia. Berpikir adalah proses memahami realitas dalam rngka mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah serta menghasilkan hal baru.

Komunikasi sering mengalami gangguan sehingga proses komunikasi tidak seperti yang diharapkan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi komunikasi diantaranya :
  • Latar belakang budaya
Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin efektif.
  • Ikatan dengan kelompok atau grup
Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati pesan.
  • Harapan
Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.
  • Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.
  • Situasi
Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/ situasi. Faktor situasi ini adalah : (1) faktor ekologis (iklim atau kondisi alam); (2) faktor rancangan dan arsitektural (penaataan ruang); (3) faktor temporal, misal keadaan emosi ; (4) suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara; (5) teknologi; (6) faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu; (7) lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya;(8) stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.

PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI (KAP) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAP

Pengertian KAP
Secara umum komunikasi antar pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Dalam pengertian tersebut mengandung 3 aspek:
i. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus.
ii. KAP merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
iii. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.
Dari ketiga aspek tersebut maka KAP menurut Judy C. Pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. KAP dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.
2. KAP bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan.
3. KAP mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.
4. komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi.
5. KAP melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.
6. KAP tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan.
KAP berlangsung antar dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antar pribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya.
Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam KAP pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persespsi si pengamat. Dengan demikian aspek psikologis mencakup pengamatan pada dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya.
Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini setiap individu berbeda. Karena setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula.
Faktor-faktor yang mem pengaruhi individu dalam KAP
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Dalam modul ini realita komunikasi antarpribadi dianalogikan seperti fenomena gunung es (the communication iceberg).
Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang mempengaruhi atau yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi.
Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang teramati atau terlihat (visible/observable aspect) yaitu:
1. interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis, pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda.
2. symbol. Terdiri dari symbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan symbolic language (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dll)
3. media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.
Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:
1. meaning (makna).
Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb.
2. learning.
• Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman.
• Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar.
• Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya.
• Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal.
• Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.
3. subjectivity.
• Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama.
• Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.
4. negotiation. Komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian.
• Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna.
• Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.
5. culture.
• Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain.
• Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat
• Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat.
• Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi.
• Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah.
• Budaya menciptakan cara pandang (point of view)
6. interacting levels and context.
Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.
7. self reference.
Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.
8. self reflexivity.
Kesadaran diri (self-cosciousnes)merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.
9. inevitability.
Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.
Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita mellihat pola komunikasi yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antarpribadi bukanlah sesuatu yang sederhana.
Dalam sudut pandang psikologis KAP merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi.
Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti memiliki kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan. Fisher mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah “diri� yang hadir dalam situasi antar pribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita.
Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antar pribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antarpribadi.

Komunikasi dan Sosiologi Komunikasi

20/02/2009 · Tinggalkan sebuah Komentar

Theodornoson dan Theodonorson (1969) memberi batasan lingkup communication berupa penyebaran informasi, ide-ide, sikap-sikap atau emosi dari seorang kelompok kepada yang lain (atau lain-lainnya) terutama melalui simbol-simbol. Garbner (1967) mengatakan communication dapat didefinisikan sebagai social interaction melalui pesan-pesan (McQuail dan Windahl,tt:4)
Pada pembahasan ini, fokus yang menjadi issues adalah Media Televisi dengan tinjauan Televisi dan Masyarakat, yang di kaji dari beberapa perspektif. Pelbagai pendekatan kritis terhadap televisi, dalam beberapa hal dibentuk oleh persepsi tentang medium, dan karenanya bersifat partikular. Pendekatan ini juga merupakan sebuah acuan umum dalam studi media yang sudah barang tentu dalam pelbagai ungkapan terkait dengan budaya dan masyarakat. Beberapa studi komunikasi membahas adanya kekuatan dan pengaruh televisi, yang melebihi kekuatan dan pengaruh media lain.
Televisi umumnya dipahami dalam interaksinya dengan pemirsa. Lebih dalam kita dapat memulainya dari ketersediaan dan aksesibilitas penuh terhadap keberadaan televisi di rumah; dengan volume pemprograman, dengan silih bergantinya khalayak selama sehari. Pemirsaan digambarkan sebagai kesenangan. Skala interaksi antara produk dan khlayak berbanding lurus dengan kesenangan (hiburan) yang diperoleh di dalam mengkonsumsi program-program televisi tersebut.
Media televisi pada perkembangan nya lebih cenderung menjadi medium yang berfokus pada sisi ekonomi ketimbang ekudasi sebagaimana seyogyanya televisi dalam peran utamanya. Sebuah Stasiun Televisi di era globalisasi seperti saat ini, mampu menghidupi dirinya dengan jenis-jenis program seperti: serial, sport, news, infotainment dll
Program yang berlabel “Silat Lidah” ini merupakan sebuah program Talk Show dengan “gaya “ baru – yang di claim oleh pembuat program sebagai Program Talk Show bernuansa beda dari Talk Show kebanyakan. Inti dari program Talk Show ini adalah mengangkat issues-issues ringan, terkadang issues yang controversial – umumnya berhubungan dengan cara hidup, gaya hidup orang-orang kota yang melabelkan diri sebagai “Kaum Metropolis”
Nama Program : Silat Lidah
Stasiun Televisi : ANTV
Jenis Program : Talk Show
Deskripsi Program:
Silat Lidah merupakan program baru di ANTV dengan jenis program Talk Show. Dengan host seorang Pria yang di positioning kan sebagai figur pria metropolis – pleasure seekers, trendy, metro-sexual, percaya diri tinggi. Dalam Talk Show ini, gaya baru yang ditampilkan adalah bagaimana program ini menghadirkan enam panelis tetap yang kesemuanya adalah perempuan – dengan figur perempuan mandiri, cantik, sukses di karirnya. Public-public figure yang berprofesi artis, bintang sinetron,model, penulis, news caster dan juga ada pelaku seni theater ini menambah semarak Talk Show Silat Lidah ini diakui sebagai Program Talk Show yang “ramai” dan lebih greget dari yang biasa. Talk Show yang ditayangkan setiap Selasa & Kamis, Pukul 22.00 – 23.00 ini secara gamblang, terbuka (open mind) dalam membahas topik-topik yang diangkat sebagai issues.
Seperti setiap program tayangan lainnya- Silat Lidah sebagai Program Talk Show memiliki efek postif dan efek negatif terhadap pemirsa. Dalam kajian berikut efek negatif tayangan Talk Show ini yang akan dikaji secara lebih mendalam. Sebagai contoh diambil penayangan tanggal 2 Oktober 2007 dengan topik “ Selingkuh dengan Saudara Tiri”
Tayangan Talk Show ini selalu diawali dengan pembacaan surat dari pemirsa melalui email oleh Host – Irwan, di mana setelah surat dibacakan “issues” yang dibacakan tersebut di lempar kepada para panelis untuk dikomentari. Kemudian, akan ada sebuah sambungan telepon dari pemirsa yang juga memiliki persoalan yang sama, menceritakan secara langsung permasalahan yang dimilikinya dan menunggu komentar-komentar dari para panelis. Jawaban-jawaban yang diberikan, tidak selalu sependapat antara satu panelis dengan panelis yang lain- terkadang diantara panelis pun terjadi perdebatan untuk mempertahankan opini/pendapat. Masing-masing penelis berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, status perkawinan yang berbeda, juga usia yang berbeda. Secara psikologi komunikasi hal-hal tersebut mempengaruhi cara mereka berkomunikasi mengeluarkan pendapat – sebuah konsep diri yang tertuang dalam opini; contoh dari enam panelis dua diantaranya yang dapat di komparasikan memiliki konsep diri yang berlawanan adalah Ria Irawan yang berprofesi artis, sempat hidup di lingkungan budaya barat, cenderung lebih terbuka (open minded), blak-blakan dalam berpendapat, sementara Ratna Sarumpaet, pelaku Teater yang berusia di pertengahan 50 tahun, biasanya menjawab lebih bergaya menasihati, bijak layaknya seorang perempuan yang beranak cucu, dengan pemikiran-pemikiran konvensional.
Lebih jauh Progam Talk Show ini akan dibahas (analyze) dari sudut pandang Ilmu Komunikasi, khususnya Sosiologi Media Komunikasi dengan mengkaji dari perspektif berikut:
Ø Perspektif Fungsi Media
Ø Perspektif Hubungan Media dan Masyarakat
Ø Sistem Sosial Media
Ø Efek Sosial
III. Analisis Program (Produk)
3.1.1 Perspektif Fungsionalisme Struktural (Fungsi Media bagi Masyarakat)
Marshall McLuhan menyebutkan bahwa era yang kita lakoni saat ini sebagai “lingkungan global” (global village). Media komunikasi modern memungkinkan berjuta-juta orang di seluruh dunia dapat saling berhubungan. Seperti yang telah disinggung pada awal kajian- bahwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembahasan komunikasi massa adalah media massa. Secara makro, teori-teori komunikasi massa menyoroti hubungan dan fungsi media bagi masyarakat dan pengaruh timbal balik antara struktur masyrakat dengan media tersebut. Fungsi media massa bagi masyarakat – digambarkan dalam Tabel Inventori Fungsional Parsial Komunikasi Massa sebagai berikut:
AKTIFITAS YANG DIKOMUNIKASIKAN KEPADA MASSA BERUPA PENGAWASAN (INFORMASI/ BERITA)
 peringatan bahaya alam, perang, berita penting bagi ekonomi, dllà AKTIFITAS YANG DIKOMUNIKASIKAN KEPADA MASSA BERUPA KORELASI (PILIHAN EDITORIAL, INTERPRETASI, PETUNJUK)
 memberikan efisiensi, mengasimilasi berita dllà
AKTIFITAS YANG DIKOMUNIKASIKAN KEPADA MASSA BERUPA TRANSMISI BUDAYA meningkatkan kohesi sosial, mempertahankan konsensus budaya,membantuà integrasi penghadapan pada norma-norma yang umum,dll AKTIFITAS YANG DIKOMUNIKASIKAN KEPADA MASSA BERUPA HIBURAN
 pelepas ketegangan bagi publik, mengalihkan perhatian publik, meredakan ketengan sosial, dllà
3.1.1 Aktifitas Komunikasi Massa Sebagai Hiburan
Pada program Silat Lidah aktifitas yang dikomunikasikan kepada massa berupa hiburan – dimana hal ini merupakan gagasan ihwal kesenangan yang kerap dihubungkan dengan televisi sebagai media hiburan. Contoh pendekatan ini berkenaan dengan kesenangan menonton yang bersifat sinematik. Namun tidak seperti film yang hampir isi keseluruhannya adalah fiksi, televisi memasukkan proporsi produk faktual yang cukup besar. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan “hiburan”? Pemirsa dapat mengalihkan perhatian dari topik-topik politik, ekonomi ataupun ketegangan sosial lainnya dengan menonton program Bincang Ringan (= Silat Lidah, Oprah, Dorce Show, Tukul dll) atau pun menikmati sinetron sebagai “hiburan” – namun bagaimanapun pembagian program televisi saat ini antara program faktual (yang bukan kontruksi media) dan fiksional teramat kabur. Bahkan program bincang-bincang pun bisa jadi telah melewati tahapan make over / dramatisasi – yang menandai bahwa kebanyakan suatu program dibuat tak lebih untuk memenuhi sifat ekonomi nya saja (John Hartley (1992) berpendapat bahwa televisi hanyalah usaha kapitalis, sumber kesenangan yang populer).
Hingga taraf tertentu, pada umumnya keakraban yang menyenangkan ketika menonton televisi adalah kesenangan khusus berhubungan dengan familiaritas program atau tokoh yang terkait dengan program. Pengakuan membawa keamanan. Kebiasaan menonton merupakan upaya untuk memperoleh rasa aman, terlepas dari kesenangan untuk terlibat kembali dengan topik pokok persoalan yang bisa kita sepakati dan tokoh yang kita anggap menarik untuk alasan-alasan lainnya. Tidak ada sesuatu yang begitu efektif membuka percakapan antara dua individu, melainkan bercakap tentang program televisi yang ditonton (tidak terlalu penting apakah isi program berkualitas atau “kacangan”), sedikitnya beberapa program telah menjadi pangalaman sosial dan budaya yang umum. Keterlibatan di dalam program juga membawa kesenangan yang membawa kita untuk menaruh perhatian pada kualitas pemirsaan yang bersifat aktif – program interaktif menjadikan makna tidak sekedar diserap melalui mata; makna juga dibangun dalam benak. Keterlibatan yang umum, termasuk berbicara dengan partisipan program (on air) atau bercakap dengan pemirsa lain pada saat program berlangsung atau mencoba memberikan solusi bagi suatu permasalahan, menjadi bagian yang menghibur dari sebuah produk televisi.
Pada Program Talk Show ANTV “Silat Lidah” – pemilihan judul program sedikit banyak memberikan gambaran kepada pemirsa seperti apakah karakteristik program berdurasi 1 jam ini sebagai sebuah genre yang menayangkan aktifitas program bincang (percakapan) yang mengarah pada perdebatan, yang memancing perhatian pemirsa untuk menontonnya. Sebagaimana dalam karakteristik sekuen judul sebuah produk, disebutkan beberapa dimensi pembuatan Judul sebuah Produk Media sebagai berikut:
Ø Peralihan yang diisyaratkan: menarik perhatian (Identitas Program)
Ø Narasi yang menyusul ketinggalan (continuities setting)
Ø Karakter yang menentukan
Ø  judul menghasilkan suatu respon emosionalàMood Setting
Ø  symbol, ikon, peribahasa, referensi intertekstualàReferensialitas
Dari kelima dimensi pembuatan sebuah judul program – “Silat Lidah” telah memenuhi beberapa karakteristik yang menjadi dimensi sebuah judul program hiburan; di mana judul cukup menarik ketertarikan pemirsa untuk mencari tahu lebih jauh content program tersebut, adanya karakter yang menentukan (dipasang nya beberapa public figure yang memiliki value; cerdas, cantik, sukses), mood setting – respon emosional dari judul yang dilabelkan sebagai cara berbicara dengan pemirsa.
3.1.2 Aktifitas Komunikasi Massa sebagai Transmisi Budaya
Kehidupan masyarakat kota pada umumnya satu sama lain tidak saling mengenal dan interaksi-interaksi mereka didasari oleh kepentingan dan kebutuhan yang dilandasi pada hubungan sekunder, sehingga secara real media massa telah menjadi salah satu kebutuhan dalam berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan lainnya. Seperti yang telah disinggung di awal- bahwa sebuah produk media massa dibuat tidak lagi dibuat hanya sebagai pemenuhan kebutuhan publik atas eksistensi media massa sebagai media informasi, namun juga telah sarat dengan muatan ekonomis (komersial) yang harus dikejar mengingat media massa (televisi) adalah industri yang membutuhkan dana besar melalui iklan. Kebanyakan produk televisi saat ini merupakan produk budaya massa- yaitu:
 Produk yang dihasilkan karena tuntutan industri kepada produser untukØ menelurkan program-program yang banyak dalam waktu singkat –sehingga tak ada lagi waktu bagi produser untuk membuat suatu produk yang ideal
 Massa budaya cenderung latah menyulap atau meniru segala sesuatu yangØ sedang naik daun atau laris, sehingga konsep follower ini berseberangan dengan idialisme pembuatan sebuah produk yang bermuatan positif sebagaimana mestinya (= program yang dibuat dengan konsep serius (biasanya yang bernuansa politik, ekonomi, kebangsaan dll), terkadang membuat “ngeri” pemasang iklan untuk membeli ruang iklan yang ditawarkan)
Budaya Massa cenderung dipengaruhi budaya popular – pemikiran budaya popular menurut Ben Agger (1992;24) dapat dikelompokkan diantaranya; (a) budaya dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari; (b) Kebudayaan popular menghancurkan kebudayaan tradisional;
Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka umumnya menempatkan unsur popular sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Mengekspresikan budaya dominant dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru.
Pada program “Silat Lidah” unsur budaya popular demikian kental mewarnai content/ isi program. Dengan icon-icon public figure yang identik dengan budaya modern; contoh: Julia Perez – salah satu panelis “Silat Lidah” foto model internasional, icon Majalah Play Boy Eropa, menikah dengan pria berkebangsaan Perancis dengan status pernikahan yang “menggantung”; cenderung selalu beropini yang jauh dari sifat konservatif.
Kebudayaan popular lebih banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan kebudayaan, meski budaya popular terus menjadi kontradiksi dan perdebatan – sebagai yang merusak kebudayaan tradisional.
Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi tatanan baru dalam interaksi individu dan keluarga di masyarakat. Seperti pada salah satu topik yang diangkat menjadi issue pada tayangan Silat Lidah berjudul “ Selingkuh dengan Saudara Tiri” – produser mereproduksi hubungan perselingkuhan sebagai bagian yang dulu ditolak masyarakat, menjadi hal yang samara-samar atau malahan hal yang biasa. Reproduksi semacam ini semakin membiaskan kaidah dasar tentang kesalahan dan kebenaran, seolah kemerdekaan pribadi menjadi ukuran utama dan dalam dunia postmodern ukuran ini semakin tidak jelas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar